Homework

Indonesia, Globalisasi, Teknologi Informasi dan Kesejahteraan

Indonesia adalah negara berpenduduk -/+ 240 juta jiwa yang terletak di Asia Tenggara. Termasuk negara berkembang. Memiliki luas perairan 2/3 lebih banyak dari daratan. Wilayah strategis yaitu diantara benua Asia dan Australia, juga diantara dua samudera yang luas. Sumber daya alam Indonesia yang luar biasa banyak dan beragam. Dengan pertumbuhan penduduk setiap tahun sekitar 1,11%. Dengan jumlah pengguna internet berdasarkan perhitungan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terdapat sekitar 25 juta pengguna internet. Peningkatan pengguna internet terus meningkat sekitar 25 persen setiap tahunnya. Pengguna yang memanfaatkan internet di kafe atau warung internet (warnet) paling tinggi, yaitu sebesar 60 persen. Sedangkan pengguna yang memanfaatkan internet di kantor sebesar 20,4 persen, di kampus dan sekolah 10 persen, dan pengguna internet di rumah hanya sebesar 0,4 persen. Setiap pengguna rata-rata dapat menghabiskan waktu 1-2 jam per hari dalam menggunakan internet. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk jauh lebih berkembang dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Perkembangan teknologi informasi dewasa ini, yang disertai dengan maraknya globalisasi (koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global atas produk lokal dan lokalisasi produk global.) membuat Indonesia mau tidak mau harus mengambil bagian dalam rangka menggali potensinya yang luar biasa dan dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun sebelum menggali potensi tersebut, mari kita lihat sejauh mana Indonesia siap menghadapi tantangan globalisasi.

Pertama kita lihat dari kesiapan pemerintah. Kenapa pemerintah? Karena bagaimanapun pemerintah masih memegang peran yang cukup strategis dalam menentukan kebijakan-kebijakan terkait hajat hidup orang banyak. Kesiapan menghadapi globalisasi membutuhkan campur tangan pemerintah sebagai lembaga formal yang bertanggungjawab atas hidup rakyatnya, karena efek globalisasi mencakup seluruh aspek kehidupan di Indonesia.

Pemerintah melalui menteri Kominfo, Tifatul Sembiring, pernah menyatakan “Departemen Komunikasi dan Informatika akan mengembangkan teknologi informasi sehingga membawa Indonesia menjadi negara informatif dengan kemudahan akses informasi.”

Hal tersebut menunjukkan dukungan pemerintah terhadap perkembangan informasi di Indonesia. Namun perlu diperhatikan pula, kesiapan yang ada di sini, tidak hanya dari segi pembangunan infrastruktur. Melainkan juga kesiapan dari aspek hukum, peraturan-peraturan yang diciptakan pemerintah terkait dengan tata cara penggunaan informasi secara luas dan terbuka. Seperti yang kita ketahui bersama, hingga saat ini, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) masih menjadi kontroversi. Banyak pihak berharap UU tersebut direvisi karena dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia.

Dengan demikian, dari segi pemerintah, Indonesia bisa saja dikatakan belum siap sepenuhnya untuk menghadapi terbukanya arus informasi secara luas.

Beralih pada faktor kedua, yaitu kesiapan rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia yang diwakili oleh individu-individu di luar pemerintahan. Yang tentunya merupakan salah satu subjek hukum dari peraturan hukum yang dibuat oleh pemerintah, memiliki aspek pribadi dalam menghadapi kemudahan akses informasi. Untuk menilai kesiapan masyarakat, saya merasa perlu melihat beberapa aspek. Salah satunya adalah mentalitas bangsa Indonesia.

Seperti yang diungkapkan dalam salah satu sesi perkuliahan Marketing Bisnis Media oleh Bapak Yudi Pram, yaitu masyarakat Indonesia saat ini cenderung masih ke arah masyarakat yang tidak berbudaya (uncivilized society), menggunakan media untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

Teknologi informasi yang diwakili oleh internet sebagai medianya, ternyata menjadi salah satu sasaran penyalahgunaan. Peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia, justru diwarnai dengan maraknya penggunaan internet sebagai sarana kejahatan dan hiburan semata. Memang tidak dapat dipungkiri, manusia membutuhkan hiburan sebagai bagian dari kehidupannya. Namun apabila segi hiburan yang lebih menonjol untuk dinikmati, maka teknologi informasi menjadi terbatas dan tidak luas lagi.
Kebiasaan bangsa Indonesia yang telah mengalami masa penjajahan beratus tahun lamanya, yaitu sebagai pengikut, dan terbiasa dalam kondisi lingkungan yang minim kesejahteraan, membuat masyarakat Indonesia masih belum matang dalam menghadapi globalisasi. Keterbukaan informasi yang seluas-luasnya tidak dimanfaatkan dengan baik. Perubahan dunia analog menjadi digital, dan komunikasi menjadi telekomunikasi disikapi dengan cara tradisional. Bahkan beberapa daerah di Indonesia, masih ada yang menolak perkembangan teknologi informasi dengan alasan ketakutan akan perubahan yang dibawa lebih banyak berpengaruh negatif.

Kembali lagi pada mental bangsa. Salah satu yang mempengaruhi mental bangsa adalah pendidikan. Indonesia memang memiliki banyak tempat pendidikan, kualitas biasa hingga internasional. Namun dapat kita lihat, berapa banyak rakyat Indonesia yang mampu mengenyam pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Angka partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia baru mencapai 18% dari seluruh penduduk Indonesia. Hal itu menunjukkan masih banyak rakyat Indonesia yang belum memiliki kesempatan merasakan bangku kuliah. Padahal, pendidikan tinggi dapat memberikan kemampuan pada masyarakat untuk menggunakan teknologi informasi secara lebih berbudaya, walaupun tidak menutup kemungkinan para pengenyam pendidikan tinggi pun bisa saja lebih tidak berbudaya dalam menggunakan teknologi informasi karena memiliki pengetahuan lebih tentang hal tersebut.

Akhirnya bila dilihat kembali, bangsa Indonesia saat ini, baik dari pemerintahan maupun rakyatnya sendiri, tampak belum sepenuhnya siap menghadapi era globalisasi yaitu keterbukaan informasi yang sangat cepat dan luas, serta peleburan batas-batas fisik menjadi kesatuan dalam dunia teknologi informasi. Diperlukan adanya kerja sama antar elemen untuk mewujudkan suatu keadaan bangsa informatif dengan kemudahan akses informasi yang berbudaya. Tidak hanya pemerintah dan rakyat Indonesia, tetapi juga pihak swasta asing maupun dalam negeri yang memiliki kepentingan di Indonesia. Peran pemerintah dapat berupa peningkatan kesejahteraan rakyat sehingga semua bangsa Indonesia mampu mengenyam pendidikan yang layak. Pembentukan dasar keluarga generasi penerus bangsa yang beradab dan berbudaya. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan sehingga terjadi kerja sama yang didasari keinginan untuk bersama membangun Indonesia menuju arah kehidupan yang lebih baik dengan kemudahan akses informasi. Peran rakyat di sini adalah mendukung pemerintahan yang perduli pada perkembangan rakyat yang nantinya dapat menciptakan kesejahteraan bagi semua pihak. Membangun sistem pendidikan dalam keluarga yang berdasarkan pada agama, nilai-nilai kebaikan, intelektual, serta pemanfaatan kehidupan dengan bijaksana dan sesuai pada tempatnya.

Source :
http://www.elshinta.com/v2003a/readnews.htm?id=80889
(Tifatul Janji Berikan Kemudahan Akses Informasi)

http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/220/220/1/2/
(Pertumbuhan Penduduk)

http://pendidikantinggi.blogspot.com/2009/05/angka-partisipasi-pendidikan-tinggi.html
(Angka Partisipasi Pendidikan Tinggi Masih Rendah)

http://triyanifajriutami.wordpress.com/2009/09/19/jumlah-penduduk-vs-pengguna-internet/
(Indonesia: Jumlah Penduduk vs Pengguna Internet)

TUGAS MATA KULIAH CONTENT DEVELOPMENT,
KELAS B,
DOSEN IMANSYAH LUBIS,
INSTITUT MANAJEMEN TELKOM